scarletise: (hands on water)
[personal profile] scarletise
Based on: Winterblossom Entertainment Roleplay
Characters: Jae Seunghyun (@scarletise), Jung Hyeyeong (@rerewak).

Posted Image

wishful thinking
--this gift is invisible.


"Seunghyun-aaaah, ke sini! Belanjaannya bawa, nanti hilang!"

Suara Soori terdengar begitu keras seperti kalau anak perempuan itu memenangkan game Wii melawannya, dan secepat itu pula Seunghyun menoleh. Rasanya tadi adiknya itu masih ada di sebelahnya--tapi ketika Seunghyun berhenti sebentar untuk melihat-lihat (mencari-cari tukang ubi bakar, tepatnya), anak itu sudah menghilang. Seunghyun mencari-cari dari mana arah suara itu. Bayangan Soori sekelebat ia lihat, rambut panjangnya itu begitu mudah dikenali--namun segera menghilang lagi.

"Oi! Soori-ah!"

Kakinya yang bersepatu kets mengejar Soori. Di antara penjaja makanan hangat yang berjajar di sekitar jalan, sosok Soori sekali lagi menghilang. Duh, susah sekali punya adik bandel yang hobi kemana-mana! Padahal tadi mereka berdua bersama terus, terutama ketika Soori memilihkan oleh-oleh untuk teman sekolahnya. Seunghyun sudah tahu Soori menempel karena anak perempuan itu mau Seunghyun membawakan belanjaannya, sih. Ya, biarlah. Seunghyun juga dapat kesempatan untuk membeli oleh-oleh, kok--maklum, dia tak tahu di mana tempat menjual oleh-oleh; sedangkan Soori sudah mencari-cari di mana ia bisa mendapatkan oleh-oleh yang bagus.

Dasar. Tadi menyuruh membawakan, tapi menghilang begitu saja. Biarpun begitu, dengan tingkahnya yang seenaknya seperti itu, bagi Seunghyun Soori memang manis--makanya dia biarkan saja anak perempuan itu melakukan apa yang dia mau. Di liburan ini Soori sama sekali nggak bisa bertemu pacarnya, jadi apa-apa harus minta tolong pada Seunghyun, kan? Ha! Lihat.

(heh.)

***

Februari di Italia dingin, dan angin masih bertiup kencang ketika mereka tiba. Seunghyun benar-benar tidak mengerti mengapa orangtuanya--setelah berantem hebat dan akhirnya memilih tujuan dengan lempar koin--memilih Italia sebagai tempat tujuan. Memang sih Seunghyun nggak rajin-rajin amat memperhatikan buku geografi (dan gurunya), namun ia cukup tahu kalau di Eropa sekarang masih musim dingin. Padahal ia dan Soori sudah beraliansi untuk memilih Hawaii sebagai tempat liburan.

Seunghyun pada akhirnya menerima saja liburan di tempat yang cuacanya mirip dengan Korea. Lagipula, ini tempat baru, dan ia menyukainya. Jalan-jalan di sana sempit dan padat, dengan rumah-rumah yang meninggi dengan warna mayoritas kekuningan agak pucat. Seunghyun juga bersenang-senang; menikmati pemandangan yang berbeda dari biasanya, suasana baru, dan orang-orang yang baru. Biarpun suhunya sedang sama dengan Seoul, namun ia bisa merasakan aura yang berbeda. Seunghyun membayangkan apa yang akan terjadi kalau musim panas di tempat ini; orang-orang pasti tumpah ruah begitu banyak ke jalan. Dan rasanya akan beda dengan Seoul.

Dimana-mana orang tertawa. Biarpun cuacanya dingin. Menjajakan makanan hangat, berjalan dengan apa yang terlihat seperti nyanyian--berirama. Seunghyun tidak mengerti cara menyanyi--namun ia bisa merasakan suasana tempat ini. Orang-orangnya begitu hidup dan menyenangkan.

Soori masih belum kelihatan. Menyeruak membelah orang-orang, Seunghyun mencari. Kakinya berjingkat mencari-cari bayangan gadis berambut panjang itu (ah, dia harus tambah tinggi tahun ini, ngomong-ngomong). Jalan yang sempit membuat Seunghyun mudah melihat area sekaligus kesulitan mencari. Sejak tiba di Roma, matanya terus-menerus menemukan bangunan yang asing. Bercampur dengan bangunan modern, ada bangunan-bangunan yang masih sederhana dan campuran semennya pun tidak rata. Bercampur dengan jalanan berlapis bebatuan dan tenda-tenda berwarna-warni, serta bangunan-bangunan yang megah dari marmer dan patung-patung yang ukirannya luar biasa (kuat sekali membuat yang seperti itu sendirian, pikir Seunghyun).

Bagaimana, ya? Rasanya.... beda.

Seoul memang menyenangkan, tapi kadang terasa begitu dingin. Segalanya tampak sempurna dan sistematis, namun juga kadang ada yang kurang. Seperti sekolahnya yang memang akan jadi lebih sibuk setelah ini, mungkin? Ah, Seunghyun seperti diingatkan juga--setelah liburan ini, sekolahnya akan lebih sibuk karena dia akan masuk kelas tiga. Makin banyak rutinitas yang bahkan belum Seunghyun ketahui apa maksudnya. Jadi, sekarang dia mau menikmati liburannya dengan sepenuhnya saja. Kebetulan, karena liburan sekolah, teman-teman sekolahnya pun pada berlibur entah ke mana. Apalagi T.K.. Anak perempuan itu pulang kampung, dan sepertinya tidak akan bisa dicapai lewat twitter. Jadi... ya, mari melupakan Seoul sebentar.

***

Kepala Seunghyun menatap langit di atas kepalanya. Warnanya begitu biru dan luas karena bangunan di sekitarnya rata-rata hanya terdiri dari dua atau tiga lantai. Tidak ada pencakar langit di sekitar mereka--setidaknya tidak di bagian kota yang Seunghyun datangi. Sedikit demi sedikit ia mulai mengerti mengapa orangtuanya akhirnya memutuskan untuk liburan ke kota ini saja. Udaranya sama dingin, namun terasa sedikit berbeda.

Tangannya menggenggam dua kantong belanja. Ini hari keempat mereka di negara itu; keluarga mereka menjadwalkan liburan selama seminggu, sehingga hari ini mereka habiskan untuk mencari oleh-oleh. Itu juga yang menyebabkan Seunghyun membawa dua kantong belanja di tangannya. Untuk teman-teman sekolahnya dan juga teman-teman traineenya. Belum semuanya dapat, sih--yang benar saja, dia tadi bahkan butuh waktu berjam-jam sampai dapat oleh-oleh untuk mereka. Itu pun belum semuanya. Dua jam sampai akhirnya dapat mainan gladiator mekanik yang kocak (oke, sekali lihat Seunghyun sudah tertawa; geraknya benar-benar kocak).

Oleh-olehnya seharusnya lengkap, karena ia meninggalkan Seoul bertepatan dengan jelang debutnya teman-teman trainee-nya. Makanya, tadi ia juga memilihkan hadiah untuk mereka. Kemarin ia sempat mengecek internet--namanya S-Girls, ternyata. Dari empat trainee yang akan debut itu, ia hanya mengenal tiga; yang satu lagi ia tidak begitu kenal, jadi tak tahu juga harus memberikan apa.

Hadiah apa, ya…Untuk S-Girls, ia sudah menyiapkannya (dibantu Soori). Untuk T.K., dia sampai mondar-mandir dua jam karena mencarikan mainan yang dia pikir cocok. Lalu untuk teman-teman lainnya. Tinggal untuk Rayoung-noona dan Hyeyeong-noona. Apa, ya? Ia bukan tipe orang yang akan memikirkan hadiah berlama-lama. Tapi untuk yang ini, dia agak bingung juga.

Terakhir kali ia bertemu Hyeyeong adalah waktu gadis itu menangis.

***

"Sini, Seunghyun-ah!"

Seunghyun terkesiap, mencari lagi asal suara. Matanya tertumbuk pada sebuah tempat besar--sebuah kolam. Ah. Ia pernah lihat di televisi. Apa ya namanya--Tra--Tro--Troi? Suara orang-orang di sekelilingnya membuat ia ingat--mereka menunjuk-nunjuk dengan antusias, dan karena sedikit orang, suara itu jadi lebih mudah terdengar.

Trevi Fountain.

Air mancur super besar yang sudah ada sejak zaman dulu. Seunghyun sempat mengagumi indah ukirannya yang memang sangat mendetail itu--tapi dia tidak mengambil waktu lama untuk memperhatikan. Mengapa ada orang yang bisa rajin sekali sampai bisa membuat ukiran sehebat itu, begitu pikirnya. pun ketika dia tadi mampir ke Vatikan, ornamen-ornamennya begitu megah. Air terjun yang ada di pinggir jalan--yang diletakkan di tengah kota pun, begitu. Ada orang yang mengitari tempat itu, Soori ada di sana. Kakinya melangkah mendekat.

Orang-orang mengelilingi wahana megah itu seperti mengelilingi tempat suci. Melemparkan sesuatu yang sepertinya koin dan berdiri lama sekali. Ada yang mengambil gambar dan berfoto, ada juga yang mencoba mengambil air--yang langsung dihalau petugas keamanan. Untung tidak terlalu penuh, jadi ia tidak begitu pusing.

"Soori-ah!" ia berteriak agak keras sambil berlari kecil, menghampiri Soori. Soori sedang serius sekali berada di pinggir kolam. Seunghyun menepuk adiknya itu, membuat Soori menoleh. "Heh, ngapain? Lapar. Cari ubi bakar aja, yuk," katanya dengan mulut mengerucut. Apa yang lebih baik dari menatap kolam dan airnya (yang sudah pasti dingin)? Tentu saja satu porsi ubi bakar, kan?

Sepertinya ini semacam kolam pengabul permintaan? Tapi Seunghyun sudah berdoa banyak ketika ia mampir ke Vatikan tadi (biarpun sedang tidak ada misa).

Soori tidak segera menjawab, malah sepertinya ia menggumamkan sesuatu dulu dengan khidmat. Alih-alih menjawab Seunghyun, tatapan anak perempuan itu masih lurus ke arah kolam. "Lempar tiga koin, Seunghyun."

***

Seunghyun bengong. "Hah?"

Soori menyodoknya dengan siku, membuat anak lelaki itu meringis. "Tiga koin, bodoh!" Soori mendengus dan mengedikkan kepalanya ke arah air mancur. "Lihat nggak di sana? Banyak koinnya, tuh. Karena ini tempat untuk membuat permintaan," terangnya semangat. "Ayo, kamu lempar juga."

Seunghyun tidak segera melakukan permintaan Soori. "Kalau lempar tiga, cuma dapat satu permintaan? Kok licik banget?"

Mendengar jawaban itu, Soori malah manyun. "Emang aturannya gitu, tahu. Hayo, lempar saja kan nggak rugi. Cobain, gitu. Bonusnya, katanya nanti bisa kembali ke Roma lagi."

"Oh ya?" anak lelaki itu tertawa mendengar ucapan Soori. Di saat seperti ini, adiknya itu benar-benar terdengar manis--biarpun kalau Seunghyun bilang itu Soori pasti hanya akan menanggapinya seadanya. Seunghyun merogoh sakunya--di mana? Kayaknya dia masih punya uang sisa tadi membelikan oleh-oleh. Dia sudah membelikan semuanya oleh-oleh; kecuali Hyeyeong dan Rayoung. Rayoung dia sudah terpikir, tapi untuk Hyeyeong dia tak punya ide.

"Permintaan apa? Ayo, lempar!" Soori tersenyum lebar, sepertinya senang sekali. Dia melemparkan koinnya ke tengah--dimana sudah banyak sekali koin yang ada di dalam--sepertinya itu bukan lemparan pertamanya.

***

Satu permintaan, ya?

Permintaan apa? Seunghyun tidak punya permintaan yang khusus. Kalau misalnya ia ingin belajar lebih sedikit di tahun ketiga ini--sepertinya itu nggak mungkin, karena mau diapakan pun ia akan tetap bodoh dan bernilai merah serta Suneung tetap akan datang. Jadi sepertinya permintaan itu kurang pas. Ah, kenapa permintaannya hanya satu, sih? Coba satu koin untuk tiga, kan menyenangkan. Koinnya jadi kebanyakan begitu, tuh... sampai terlihat di permukaan airnya yang bening kehijauan.

"Semogaaaa aku awet dengan Yejun-oppa!" Suara melengking Soori memotong lagi pendeengaran Seunghyun.

"Heh!" Seunghyun berhenti berpikir, memelototi Soori dengan matanya, sementara yang dipelototi hanya nyengir kuda. "Awet-awet, nanti kalau misalnya dia selingkuh, kamu tetap suka sama dia, gitu? Heeeeeh."

"Bukan, lah! Huuu, ngaco kamu, malah doain yang jelek-jelek begitu. Ini doa keduaku, jadi semoga semakin terkabul," Soori memeletkan lidahnya, mengejek sang kakak yang memang--belum pernah punya pacar. Soori memang menganggap Seunghyun lebih bocah darinya. Umur segitu masih sempat-sempatnya main catch ball sama anak-anak, bahkan membina mereka di gereja. "Mending kamu saja yang doa supaya dikasih pacar! cih."

"Pacar apaan?" Seunghyun nyengir lebar, tak menanggapi serius perkataan adiknya. "yang begitu kan nggak perlu diminta khusus. Buat apa?"

"Yaaa, pokoknya minta sesuatu kek! Kan ada banyak."

Seunghyun hanya angkat bahu. "Iyaaa, permintaanku kayaknya banyak sekali. Tapi aku sudah sebutkan banyak di gereja tadi. Jadinya kayaknya daftarnya sudah habis, deh...."

Soori mencibir. "Apa? Palingan kau cuma minta permintaan universal. Semacam perdamaian dunia atau apalah. Atau supaya grup dance Taekyung-hyung sukses. Semacam itu, kan?"

Anak lelaki itu kembali tertawa--pertanda tebakan Soori benar. Yah, memang tadi dia berdoa lama. Suneung-nya nggak masuk doa, sih…pokoknya doanya sederhana saja. Karena dia pikir permintaannya itu saking banyaknya sampai capek di-list.

Keinginannya banyak sekali, lho.

Seunghyun bahkan meragukan ada orang yang bisa tak memiliki keinginan.

Eh... ada.

***

"Kalau yang punya permintaan orang lain, bagaimana?" Seunghyun mengeluarkan koin dari sakunya, lalu melempar-lemparnya ke udara, menangkapnya lagi. Tiga koin satu euro yang bisa dibelikan dua porsi ubi bakar.

"Yang lain gimana? Kenapa? T.K.-oppa mau ketemu Daenerys? Atau kepingin punya konsol baru? Ya sudah, mintakan saja di sini sekaliaaannn," Soori terkekeh. "Emang mau mintain siapa?"

Seunghyun tak menjawab. Hanya tersenyum. "Hah? Si K? Nggak tahu, sih," katanya sambil tertawa kecil, koinnya masih ia main-mainkan. "Tapi aku nggak tahu orangnya kepingin apa. Makanya, biar dia saja yang tentukan."

"He?" Soori mengejapkan mata. "Siapa? Bukan Oppa, ya?"

Tak ada jawaban lagi dari anak lelaki itu--hanya tawa kecil sebagai jawabannya--sejenak melupakan protes yang biasa dilontarkannya karena Soori memanggil T.K. dengan sufiks -oppa (sedangkan dia tidak). Dilemparkannya dua koin. Ia diam sebentar. Air beriak menerima lemparan koinnya, dan ia diam tak berkata-kata; hanya menatap deretan patung marmer dan air yang tumpah dengan megah dari undakan-undakannya, seperti memanjatkan sesuatu dalam hening. Tangannya menggenggam kuat koin yang satu.

***

gadis yang tidak pernah mengatakan keinginannya satu kali pun.
yang tak mengenal rasa lelah meskipun tubuhnya sendiri berkata lain.


yang bahkan ketika menangis pun tidak tahu apa penyebabnya.

***


"Sudah," ujarnya beberapa saat kemudian.

Soori membelalakkan mata kali ini. "Ya, Seunghyun-ah! Kok kamu aneh, sih? Kan lempar tiga, bukan dua. Kalau gitu nggak akan di--"

"Biar yang punya mau saja yang melemparkan koin ketiga," Membenahi kantong belanja yang tadi ia letakkan di bawah, sekali lagi Seunghyun hanya tertawa. "Ayolah, kita beli ubi bakar. Lapar, kan? Mama dan Papa juga pasti sudah menunggu di hotel," ia menepuk bahu Soori, sedikit mendorongnya agar gadis itu mengikutinya. "Sama kayak yang kamu bilang tadi, kok."

"Maksudnya? Aku nggak ngerti...."

"Memangnya harus ngerti?" Seunghyun tertawa lagi, membuat mata Soori yang sudah bulat makin melotot seakan hendak keluar. Anak perempuan itu mengulurkan tangannya, bermaksud akan menjambak rambut Seunghyun, namun meleset.

"Seunghyuuuun! IIIIHHHHH! Sok banget, kau! Jangan mentang-mentang kau cuma dua tahun lebih tua dariku, ya! HOI!"

Langkah kaki Seunghyun terasa ringan. Tawanya lepas seiring dengan kakinya yang berlari meninggalkan tempat itu--membuat Soori mengejarnya sambil berteriak-teriak, juga tertawa. Tangan kanannya cepat memasukkan koin itu ke dalam saku. Yah, memang orangnya sibuk; tapi kalau sempat, semoga dia bisa memberikannya. Oleh-oleh harus sampai kepada pemiliknya, bukan? Meskipun pada akhirnya yang ia berikan cuma itu, sih.

***

Noona. Keinginan noona apa?
Apa pun itu, semoga dikabulkan, ya.



***end.***

Expand Cut Tags

No cut tags