scarletise: (greek statue)
[personal profile] scarletise
Based on: Winterblossom Entertainment Roleplay
Characters: Kim Eunhee (@scarletise), Kim Daejung (@reiyanah)

Posted Image

sing a silent song to sleep
"pokoknya kamu ke dorm saja."


Ada beberapa hal yang Kim Eunhee tidak mengerti tentang Kim Daejung.

(Banyak, sebenarnya.)

Seperti biasa, lelaki itu masih irit ngomong. Seperti biasa juga, kelakuannya masih tidak jelas. Tahu-tahu hilang dan baru datang kalau dihubungi lebih dahulu. Cowok panggilan, begitu Eunhee selalu merutuk kalau lelaki itu tahu-tahu lenyap entah kemana. Sekali pun panggilannya selalu direspons positif--sekaligus seadanya. Malah, beberapa waktu belakangan, setahu Eunhee dia hanya muncul--di twitter--kalau ada Kaya. Meskipun akhir-akhir ini lenyap lagi, sih. Terus muncul lagi.

Dia sudah lama memutuskan untuk meredam dan membuang harapan itu jauh-jauh.

Terus... sekarang? Dia masuk dorm Blackjack tanpa permisi. Berbekal kode angka apartemen yang sudah dikirimkan Daejung padanya, ia berjingkat masuk seperti maling--menundukkan kepalanya cepat-cepat pada Shin Yong Soo yang kelihatannya sedang sibuk di dapur. Kamar kedua, katanya. Anggaplah ini balasan timbal balik atas bantuan Daejung mengisi part gitar di aransemen lagunya kemarin. Begitulah kira-kira perjanjian yang mereka obrolkan via twitter. (Dalam kepalanya, mana ada yang tahu kecuali mereka sendiri.)

Ngapain kamu, Eunhee, gerutunya sendiri dalam hati ketika berjalan menyusuri lorong. Bunuh diri?

"Daejung? Aku masuk, nih."

Tak ada jawaban. Eunhee mengerutkan alis. Membuka pintu perlahan, di kamar itu hanya ada bunyi penghangat ruangan dan gorden pun hanya terbuka separuhnya. Kamar itu seakan-akan dibagi menjadi dua sisi; sisi yang rapi dan sisi yang berantakan. Di sudut lain ada tumpukan kado dari fans yang belum dibuka. Ia bisa menebak sisi yang rapi milik siapa; karena di atas kasurnya ada yang sedang tidur.

Eunhee menghela napas. Padahal tadi siapa yang suruh, siapa juga yang ketiduran. Ia berjalan pelan-pelan, tak bermaksud membangunkan. Eh, wajahnya agak lain, ya. Gadis itu menarik bantalan yang bisa digunakan untuk duduk; ia menunduk, tangannya menyentuh kening Daejung yang super pulas, dan ia berjengit merasakan suhu yang di atas normal. Oh. sakit, rupanya. Mengapa tidak bilang, sih?

(bilang? memangnya kamu siapa? heh.)

Di sisi kasurnya ada obat-obatan yang berserakan. Sudah minum yang mana? Eunhee duduk, mengamati orang yang sepertinya tidak terganggu sama sekali dengan kehadirannya itu. Kepalanya bergerak sedikit, dan Eunhee otomatis mengusap keringat dingin yang menempel di pelipisnya, membetulkan rambut yang sedikit menutupi mata.

He sleeps like a baby.

Hell, malah kayaknya nyenyak sekali. Siapa sangka sih orang semacam ini jadi langganan tamparan dari perempuan-perempuan, meskipun mereka juga tak bosan untuk datang kembali? Entah sudah berapa orang. Dan Eunhee, ngomong-ngomong, juga sudah sering sekali ingin menamparnya, meskipun batal terus. Ia mulai berpikir apa akan tiba saatnya ia bisa menampar Daejung sampai puas tanpa beban. Menampar... karena apa, coba.

Karena perasaan itu berganti-ganti. Duduk di sisi kasur, Eunhee diam, memperhatikan bagaimana alis lelaki itu bertautan, kembali biasa lagi, lalu seperti orang yang kena mimpi buruk, lalu tenang lagi. Orang sakit demam, begitulah. Tangannya sekali lagi menyusuri kening Daejung tanpa sadar; dan sepertinya dia sama sekali tidak terusik.

Kocak. Mungkin karena dia lagi sakit. Jarang-jarang bisa lihat yang begini, Eunhee menahan tawa dengan menenggelamkan kepalanya ke atas kasur, kepalanya terkulai; matanya terpicing ke arah Daejung yang napasnya masih teratur, khas orang sedang tidur.

Malam itu--juga begitu. Tidurnya pulas sekali seperti bayi. Mereka tidak bicara apa-apa. Tapi Daejung tidak sekali pun memunggunginya. Yang ia ingat, rasanya.... nyaman. Rasa hangat melingkupinya sampai pagi, dan dia tidak pergi. Meskipun di pagi harinya malah Eunhee yang bangun lebih dulu, mandi, bergegas pergi dengan bus pertama sebelum ada percakapan lagi--tindakan pecundang. Dan bersikap biasa lagi di malam harinya, meskipun pikirannya kembali tidak tenang.

Eunhee masih tidak mengerti. Atau mungkin dia sendiri yang memilih untuk tidak mengerti? Ketakutan itu terus menyergapnya. Itu juga yang membuatnya memilih untuk bersikap biasa-biasa saja. Setelah itu--komunikasi mereka juga berjalan standar. Meskipun Eunhee juga sadar kalau ia semakin berhati-hati dalam memilih kata, meskipun maksudnya bukan begitu.

Mungkin ia bisa simpan itu baik-baik; sebagai kenang-kenangan tentang hal-hal yang dilakukan dan diucapkan Daejung secara sadar. Lalu semuanya akan kembali seperti biasa.

"Hng..."

Kepala Eunhee otomatis terangkat--kalau-kalau yang empunya kasur terbangun. Tapi tidak--hanya suara sekilas saja, selanjutnya pulas lagi. Eunhee menghembuskan napas lega. Kembali menjatuhkan kepalanya ke atas kasur. Matanya mengerjap-ngerjap, mulai ikut merasakan kantuk.

Rasa takut itu masih ada.

Namun gamang itu menyerang ketika kemarin siang teleponnya berdering terus-menerus, membangunkannya dari tidur siang di tempat Maestro.

Situasinya memang agak... mengesalkan; bagaimana Kim Danny, si leader pengganti yang kayaknya setengah waras karena masih mabuk itu kumat lagi--mengajaknya ke atas kasur. Oke, Eunhee tahu itu sekadar bercanda dangkal yang sama sekali tidak lucu, dan ia juga toh tidak bermaksud melayaninya. Tapi kalau ingat Danny juga hobi sinis padanya di keadaan normal, dan sekarang mengatakan hal-hal semacam itu, ya jadinya gondok setengah mati.

Dan itulah. Entah bagaimana caranya. Eunhee kira manajernya yang menelepon memberitahukan jadwal, tahunya--nggak disangka-sangka--Kim Daejung-lah yang muncul di nama caller ID. Yang bertanya dia ada di mana sekarang dan menyusulnya dalam waktu itu juga. Lima menit.

Eunhee menimbang-nimbang apakah betul ekspresi yang ia lihat itu--ekspresi datar--betul, masih datar--tapi Eunhee tahu persis kalau kata-kata Daejung tidak terdengar santai. Sama sekali. Sehingga membuatnya urung membantah.

Karena Kim Daejung yang ia kenal, bagaimanapun, adalah Kim Daejung yang sama sekali tidak pernah menunjukkan emosinya. Eunhee kenal senyum tipis yang tidak jelas apa maksudnya, ia juga kenal sindiran-sindiran yang juga selalu ia balas lagi dengan kata-kata sejenis sehingga berujung pada pertanyaan dibalas pertanyaan. Ia kenal Daejung yang seperti itu--hei, itu juga yang membuatnya memilih mundur dan diam di pinggir. Jadi penonton.

"Kamu tahu 'bagaimana' itu kata-kata yang klise?" Eunhee berbisik perlahan, seakan-akan orang itu bangun dan bisa mendengar suaranya. ".....kamu tahu apa yang kamu lakukan sekarang?"

Pertanyaan itu entah ditujukan pada Daejung, atau dirinya sendiri. Mungkin pada Daejung, yang memang tetap saja tidak jelas. Mungkin juga padanya sendiri, yang membiarkan dirinya terikat perlahan-lahan dan tidak tahu akan terjatuh sampai mana. Teringat pada kata-katanya dulu, pada kebohongan-kebohongan yang ia ucapkan sendiri untuk melindungi diri.

(jika kamu jatuh, sebaiknya dari tempat yang tinggi.)

Eunhee memejamkan matanya dan jatuh tertidur.



--------------end--------------

Expand Cut Tags

No cut tags