Things that Shouldn't be
Jul. 28th, 2015 04:47 pm![[personal profile]](https://www.dreamwidth.org/img/silk/identity/user.png)
Based on: Winterblossom Entertainment Roleplay
Characters: Kim Eunhee, Kim Daejung.

let's kiss and don't tell.
"KAU mau apa?"
Alis Eunhee terangkat mendengar tawaran itu. "Baik amat kau."
Pukul dua pagi semua orang sudah hampir di ambang batas. Keadaan di sekeliling mereka sudah agak tenang dibandingkan beberapa jam yang lalu. Orang-orang sudah tidak lagi membabi buta--yang ada tinggal ampas-ampasnya saja; deretan panjang di dekat toilet, orang-orang yang melangkah ke pintu keluar, dan wajah-wajah mereka yang seperti kepingin muntah. Tapi tentu saja, masih ada sekumpulan orang yang kuat berdansa, semacam party animal barangkali. Meskipun lagu yang diputar sudah lebih lambat temponya (beda jenis pula), entah karena doping atau apa, gerak tubuh mereka tetap seperti orang kesetanan.
Tapi berbeda dengan wajah-wajah itu, Eunhee sebaliknya--masih segar. Jadwalnya baru selesai satu jam yang lalu, dan itu berarti baru setengah jam dia di sini. Ia duduk di sebuah stool, bersebelahan dengan lelaki bertubuh tinggi yang barusan menawarinya minuman; mereka memandang fokus yang sama--panggung kecil di pojok, di mana Ryusaki Shigeru sedang memainkan saksofonnya seiring dengan musik yang seakan-akan menjadi background. Eunhee tak mengerti apa-apa soal saksofon, tapi ia mengakui kalau keahlian cowok itu cukup oke dengan jamming mengikuti lagu yang diputar secara random.
"Soalnya wajahmu berkerut. Mirip orang tua. Lain kali kau yang gantian traktir."
Eunhee menoleh ke arah lelaki di sebelahnya. Lha, apa katanya tadi? Gadis itu melotot, tapi kemudian terkekeh. Ia mengambil daftar menu yang menganggur di atas meja, pantang baginya menolak traktiran orang (minuman di sini kan harganya lumayan juga). "Appletini. Mau panggil waiter?"
Teman minumnya menggeleng. "Oh, nggak usah--aku mau pergi ke counter depan, sekalian mau ngobrol dengan Ralph. Aku mau--"
"Scotch, ya, ya," Eunhee mengambil pesanannya yang sudah tiba, dan nyengir ke arah Ralph di ujung counter yang sepertinya juga sudah membuatkan pesanan lelaki itu tanpa diminta, dan satu shot gelas meluncur ke dekat mereka. "Lihat, bahkan Ralph juga sudah tahu kalau kau adalah lelaki membosankan dengan pesanan yang selalu sama."
Lelaki itu berdehem di dalam shot glass yang dipegangnya, tak mengindahkan Ralph yang mulai ngoceh entah apa. "Itu namanya punya karakter."
Mendengarnya, Eunhee tertawa lepas.
*
NAMANYA Kim Daejung -- Eunhee sudah tahu keberadaan cowok itu sejak ia debut bersama band-nya, satu label; the Blackjack. Sebagai senior yang baik, tentu saja mereka bertukar salam dalam tingkatan Sunbae-Dongsaeng. Di kantor memang jarang bertegur sapa, paling hanya sekedar hai di antara waktu-waktu pergantian giliran untuk program acara televisi. Ia juga tahu kalau cowok itu pernah dekat dengan salah satu rekannya di grup--Caeyoung--tapi ia tidak tahu-tahu amat karena tidak pernah mendengarnya secara rinci. Paling hanya sesekali ia menggunakan info itu untuk bahan gurauan.
Eunhee suka asrama, sumpah. Adik-adiknya pun baik--sekiranya. Para fans bilang grup yang satu asrama pasti akan sangat dekat dan semua berjalan lancar: tapi nyatanya, tidak pernah ada yang semulus itu. Bagi Eunhee, kadang tetap ada yang mengganjal; mungkin perbedaan umur, mungkin perbedaan cara hidup sebelumnya, namun entahlah. Hidup bersama selama dua tahun belum tentu membuatmu bisa terbuka, apalagi dengan jadwal yang padat dan persaingan dalam pekerjaan (sebaik apapun menutup mata, itu tetap ada, tentu).
Mungkin pepatah 'nama adalah doa' itu benar termasuk dalam nama tempat. Amnesia adalah salah satu tempat yang bisa membuat Eunhee lupa sejenak. Di jam-jam tertentu, manusia-manusia yang berkumpul di sana seperti gila, di tengah-tengah lampu gemerlap, asap rokok yang mengepul, dan musik yang berdentum dalam irama berulang, separuh menghipnotis.
Ia bisa lupa sejenak kalau ia punya kesibukan di pagi hari, hal-hal yang harus diselesaikan, macam-macam masa lalu yang minta dikorek. Di sanalah Eunhee mengenal versi lain dari Kim Daejung; bukan dongsaeng yang ia lihat menundukkan kepala sopan sewaktu bertemu di kantor.
Dan entah mengapa ternyata dunia begitu kecil. Baru-baru ini asrama Blossom digabungkan dengan asrama Winter dalam rangka reality show keparat, dan karena itu juga Eunhee baru tahu kalau Tetsu dan Daejung adalah teman, dan juga teman baik kakaknya Caleb -- cowok cantik yang senang Eunhee suruh-suruh. Lingkaran komunikasi mereka pun semakin meluas, sedikit, meskipun intensitas pertemuan tetap hanya di klub itu saja.
Begitulah, singkat cerita: mereka teman baik.
*
[1 new message]
from: Seongjin
Sehat-sehat saja di sana, Hee? Telepon dong. Oh iya, kemarin Jiho pulang sehari. Tampaknya dia sudah putus dengan ceweknya yang itu. Yah, tapi mau gimana lagi, mungkin hubungan jarak jauh nggak cocok buat mereka, apalagi kalau dia sedang wajib militer begitu.
Dia menanyakanmu, tapi seperti biasa, aku nggak akan kasih nomormu.
[confirm-delete this message?]
[deleted]
[compose new message]
to: Kim Daejung
Ada yang menarik? Ajak aku main dong.
[1 new message]
from: Kim Daejung
Amnesia?
[reply]
to: Kim Daejung
Jam 12?
[1 new message]
from: Kim Daejung
Sure.
*
EUNHEE tidak percaya teori opposites attract.
Menurutnya, teori itu hanya pantas dipasangkan pada magnet dan apa-apa yang jelas peruntukannya, seperti... mur dan baut. Atau ya, jenis kelamin. Yang jelas secara teknikal, pokoknya. Memangnya, sifat manusia bisa diukur secara teknik? Meskipun katanya (katanya, karena Eunhee sudah lupa apa itu Kimia) sih reaksi antar hormon itu bisa dijelaskan secara kimia, tetap saja Eunhee nggak percaya. Kalau begitu, bisa jelaskan satu per satu mengapa pasangan-pasangan yang ada di dunia ini bisa menikah? Mau yang beda atau sama jenis kelamin juga boleh.
Baginya, sifat manusia itu hanya bisa dijelaskan secara abstrak. Sulit diterka--tapi Eunhee punya pegangan; manusia itu cocok kalau bisa menemukan keselarasan dalam diri masing-masing. Jadi, orang dengan sifat yang mirip--dari sisi positif--akan bisa cocok. Mereka akan hidup bersama dengan akur, karena masing-masing sudah mengerti dan memahami apa keinginan pasangannya.
"Eunhee--"
Eunhee berhenti memain-mainkan stik yang ada di gelasnya. Musik kembali memenuhi pendengaran, bergabung dengan suara manusia-manusia di sekitarnya. Ia menoleh dan mendapati sepasang mata hitam yang mengamatinya dengan wajah datar.
"Oh, kau rupanya," Eunhee menggeser bangkunya, memberi tempat untuk duduk pada orang itu. "Tidak dengan Tetsu dan yang lain?"
Yang ditanya menggeleng. "Tetsu nggak bisa. Ada urusan lain, katanya," katanya sambil menaruh shot glass yang sedari tadi dipegangnya di atas meja. "Kalau Cal sama Shigeru, tuh, mereka di panggung. Kau kan satu asrama dengan mereka, semestinya kau yang lebih tahu."
"Aku belum ketemu mereka hari ini. Satu asrama bukan berarti kau bisa tahu jadwal mereka--apalagi kami beda grup," Eunhee menanggapi, mengalihkan pandangannya ke panggung. Memang masih redup, namun Eunhee dapat melihat sosok dua orang yang samar-samar sedang bersiap-siap. "Lalu kau datang buat ngapain? Main dengan cewek-cewek? Atau jadi babysitter-nya Cal?"
"100 poin." Lelaki itu mengangguk. "Yah, sekalian refreshing juga."
"You came to see me," Eunhee tertawa kecil, mengangkat gelas berisi long island yang ia pegang, "let's say it is."
"Let's say it is," dia menjawab seadanya, tapi menyambut gelas Eunhee dengan dentingan kecil. "Soalnya tiga puluh menit lagi aku ada janji dengan Hinaki di sini. Kayaknya sih sebentar lagi sampai."
Eunhee tertawa lagi. "Brengsek kau, Kim Daejung."
*
[compose new message]
to: Kim Daejung
asrama kosong. Apa anak-anak di bawah umur itu menyelinap lagi?
[1 new message]
from: Kim Daejung
tetsu? ada di sini. kamu nggak ikutan?
*
SHE loves night life as much as she loves fresh air.
Pekerjaannya di siang hari bermacam-macam dan berwarna-warni, dan itu juga hal yang menyenangkan baginya, namun terkadang hal itu terasa seperti deretan kotak berwarna abu-abu yang menunggu untuk disingkirkan. Menemui banyak orang, tapi terasa terasingkan karena seakan-akan sudah ada petunjuk teknis untuk melakukan sesuatu; lakukan ini, lakukan itu, selesai. Lakukan sesuai dengan apa yang disuruh, tersenyumlah lebar, tertawa dan bilang bahwa kau adalah orang yang tak tahu apa-apa tentang cinta karena kalian adalah gadis-gadis yang masih muda.
Tirai tebal yang memberatkan.
Dan inilah yang menyenangkan dari dunia malam. Semuanya bebas, semuanya egois, dan itu jadi hal yang menguntungkan karena Eunhee tak perlu khawatir tentang manner dan sebagainya. Tak perlu peduli yang lain, karena semua juga sama di sini. Mereka semua sudah sama-sama tahu, tak perlu perjanjian ini-itu, yang penting semua senang dan semua bergembira. Hanya sampai pagi menjelang, setelah itu habis perkara.
Musik--kalau itu memang bisa disebut musik--menghipnotis, mengentak degup jantung yang memang sudah naik karena alkohol, mendengung ke dalam telinga. Membuat gerakan manusia-manusia yang ada di sana semakin liar, bergerak ke sana kemari, larut dalam tawa dan keriaan. Eunhee bukan penari yang baik; faktanya, di grupnya ia selalu ditempatkan di belakang karena gerakannya lebih lambat dari yang lain. Tapi masa bodoh, nggak ada urusan soal kemampuan siapa yang lebih baik menari di sini. Eunhee meragukan apakah orang-orang itu masih ingat menari yang benar itu seperti apa.
Lantai cukup padat malam ini, menyesuaikan dengan musik yang diputar; kalau temanya chillout biasanya lantai lebih banyak diisi dengan pasangan kekasih. Hari ini musik electro-trance tak berhenti-berhenti diputar, dan efeknya sebaliknya juga--lantai lebih banyak diisi dengan crowd yang berkelompok atau sendirian. Mencari kesempatan untuk merapat atau bertemu dengan siapapun yang bisa diajak bermain-main.
Campuran asap rokok, keringat, lagu-- meracuni kesadaran. Seakan-akan mereka bergabung menjadi sebuah substansi yang kental seperti heroin, hanya saja yang ini tidak membuat hidungnya berdarah. Di tengah keriuhan orang, tubuhnya terhuyung. Tangannya menggapai entah kemana, dan ia menemukan tangan yang menangkapnya saat ia hampir jatuh.
"Kau terlalu banyak minum, ya? Dengan apa kau pulang nanti?"
Aa. Suara Daejung. Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak tahu, kepalaku pusing. Sebentar--"
Lelaki itu membantunya berdiri, tapi sinar lampu yang berkedip-kedip tak teratur membuat kepala Eunhee terkulai lagi ke bahu Daejung. Daejung tidak akan protes apa pun yang ia lakukan, dan itu membuat Eunhee tidak merasa terbebani. Cowok itu hanya geleng-geleng kepala. "Dan apa yang harus aku lakukan, jadi tiang sandaran sampai kau agak sadar?"
"Yaaaa," suara Eunhee terdengar jauh bahkan di telinganya sendiri, "temani aku sebentar."
"Apa lagi? Butuh antaran sampai rumah juga?"
Gadis itu terkikik di ceruk leher Daejung yang terbalut kemeja biru. Tangannya menangkup punggung lelaki itu, dan kakinya kembali bergerak satu-satu mengikuti derap irama musik yang mengalun agak lambat.
*
HER red lipstick is dazzling. Bukan warna merah menyala seperti cabe, Eunhee sangat benci warna semacam itu. Merah yang agak redup dan senada dengan warna rambutnya yang coklat gelap. Eunhee berdiri tegak di depan cermin, jari-jarinya berusaha mengaitkan kancing teratas bagian belakang gaun ungunya.
"Eonni, mau ke mana lagi, sih?"
Eunhee menoleh--dan seperti dugaannya, Tsugihara Akiko sudah duduk di kasurnya--padahal Eunhee sudah memastikan anak itu sudah tidur tadi. Heh.... tidak selalu berjalan mulus, memang.
"Jadwal hari ini sudah selesai dan besok kita ada jadwal tepat pukul sembilan." Aki berkata lagi, seakan-akan Eunhee harus didikte lagi serangkaian briefing-sebelum-pulang yang sudah dijabarkan Woonha saat di mobil tadi.
"Aku sudah tahu," Eunhee memalingkan wajah, tak memedulikan tatapan Aki yang tak berpindah dari dirinya--tangan Eunhee sendiri sibuk memasang kancing sepatu. "Aku ada perlu sebentar saja, kok."
"Jam segini?" Aki mengedikkan kepalanya ke arah jam dinding--pukul sebelas malam.
Menegakkan tubuhnya, Eunhee meraih tas kecil yang ada di atas meja dan meleos pergi. "Anak kecil, tidur sana." Tanpa berbalik lagi pun Eunhee sudah tahu gadis itu pasti manyun dan sudah siap ngomel-ngomel, karena itu ia tak ambil pusing lagi dan langsung berlalu dari dorm.
*
PIKIRAN Eunhee sudah setengah kosong malam itu--waktu menunjukkan pukul dua kurang sedikit. Yang ada di pikirannya hanyalah putaran-putaran aneh berwarna pelangi--aha, dia sudah lupa kapan terakhir kali ia melihat pelangi. pelangi membuatnya ingat rumahnya di kampung... oh, sudahlah. Mungkin ia minum terlalu banyak.
Gadis itu sudah lupa berapa kali ia berpindah sudut. Ia sudah lupa berapa gelas yang ia tenggak--sepatu berhak yang ia pakai terasa oleng, tapi untungnya orang-orang di sini baik hati sehingga ia tidak jatuh. Meskipun begitu, ia mengomel dalam hati karena wajahnya besok pagi pasti terasa super kering. Belum lagi sakit kepala yang akan menyerangnya begitu bangun tidur nanti. Ah, lupakan saja.
"Eunhee," ia mendengar suara Daejung, samar-samar sekali, meskipun ia tahu cowok itu ada di dekatnya. "Kau masih oke? Tetsu dan Cal tadi sudah pulang duluan. Dengan mobil Shigeru."
'Oh--" tadi, Eunhee mencoba mengingat, pakai apa dia ke sini? seingatnya tadi ia minta diturunkan di sini pada Woonha, dan dia akan pulang dengan.... hm. Tadi di awal-awal, rasanya ia sempat bertemu dengan Shihyuk, deh. Cowok teman Baekhyun itu bilang akan mengantarkannya pulang. Tapi entahlah apakah tadi Eunhee sudah janjian atau tidak, dan kalau memikirkan ia harus mencari lagi Shihyuk cuma gara-gara mau pulang, rasanya tolol. Atau sama si om... "--aku lupa. Aku... pulang dengan siapa, ya?"
"Memangnya kau tidak bikin janji?"
"....huh? Janji?" tawa gadis itu sedikit tak terkontrol. "Daejuuuuung. Kau lucu. Mana ada orang bikin janji dengan supir--euh--maksudku Woonha. Bisa dimarahi."
Musik masih berdentum di telinga Eunhee, mengirimkan sinyal dengung berkali-kali; rasanya mulai tidak enak. Ia mencoba berdiri tegak, dan setahunya ia sekarang berdiri tegak, tapi entah mengapa yang ada berdirinya miring terus. Jangan bilang bumi miring selama aku minum tadi, gumamnya kesal.
"Hak sepatumu patah," komentar daejung, seakan-akan melengkapi pertanyaan yang muncul di kepala Eunhee, yang memang sudah tidak sinkron.
"Hah? oh--shit!" Eunhee merutuk, berbalik dan mencoba mengangkat kaki, bermaksud melepas sepatunya; tapi yang terjadi tubuhnya malah oleng. Dan gadis itu masih merutuk ketika Daejung berhasil menahannya supaya tidak jatuh--karena ia tahu pasti wajah orang yang sekarang tepat menahan punggungnya itu sedang puas. Puas dengan kebegoan orang lain, maksudnya. "Shut up, Kim Daejung. Kau memang kuat minum, aku sudah tahu, jadi jangan pasang muka begitu."
Wajah itu masih menyeringai mengejek. "Aku baru lihat orang yang sepatunya patah gara-gara nggak jago menari."
Tangan Eunhee masih mencengkram lengan baju Daejung, menjaga agar ia tak kehilangan keseimbangan dan kalau-kalau jatuh berdebum ke lantai. Ia tak menghiraukan kata-kata Daejung; kakinya bertahan pada satu hak sepatu yang tersisa. Tubuhnya berbalik dan tangannya yang tadinya mencengram lengan berpindah ke bahu. Eunhee mendongak, tadinya hendak melemparkan balasan atas kalimat Daejung sebelumnya; tapi entah mengapa dia lupa.
Eunhee menelengkan kepalanya ke kanan, mempelajari wajah lelaki itu sesaat. Ujung rambut hitamnya yang berakhir tepat di batas kemejanya, rahangnya yang melengkung rapi di sampingnya, dan samar-samar aroma parfum yang sudah hampir habis diterpa asap rokok dan bau alkohol sepanjang malam. Situasi yang cukup mendukung, sebenarnya; mereka ada di sudut yang tidak terkena laser dan pantulan lampu berwarna-warni, menyisakan pojok-pojok temaram yang hanya sesekali terkena sinar lampu.
Tatapan Eunhee lurus. Entah dari mana pertanyaan itu muncul. "Tiba-tiba aku ingin menciummu, deh."
Wajah Daejung tak berubah barang sejenak pun. Baru pertama kalinya Eunhee bertanya sebuah persetujuan pada orang yang akan ia cium. Biasanya semua terjadi begitu saja; mereka bisa bertemu di lantai dansa atau berawal dari satu gelas minuman, satu lagu, dua lagu, dan tanpa sadar tubuh mereka sudah saling merapat, membisikkan omong kosong yang entah apa isinya.
Suara manusia yang ada di sekitar mereka rasanya sayup-sayup menghilang di telinga Eunhee. Pikirannya melayang entah kemana ketika akhirnya mendengar Daejung terkekeh, bergumam pendek. "Apaan lagi, nih?"
Ada orang lain yang juga tertawa saat menciumnya--Eunhee kenal betul dan kangen betul; dan bayangan itulah yang samar-samar mengisi kepalanya, serupa hawa yang muncul dari bertahun-tahun yang lalu. Tangan gadis itu tanpa sadar menyusuri bahu lelaki itu terus ke leher, membawa wajah mereka lebih dekat satu sama lain. Ia tak menanyakan persetujuan lagi untuk kedua kalinya--nalurinya mengambil alih dan bibirnya menyentuh bibir lelaki di hadapannya, mencecapnya, meraih napas dan menjejak langit-langit mulutnya. Suara-suara di sekitar mereka tak menghilang sepenuhnya; hanya mendengung, menghilang, mendengung dan menghilang.
Ciuman itu berakhir tak sampai satu menit lamanya. Kedipan mata Daejung masih berjarak waktu sama seperti semula.
Eunhee menatap wajah Daejung sekali lagi. Bibirnya menahan tawa.
"Kau harus lihat wajahmu sekarang. Ada bekas lipstik."
.
.
"Oh--shit."
(Setidaknya gadis itu tahu, kalau yang ini, di siang hari pun akan terlupa.)
*
[1 new message]
from: Kim Daejung
Aku dapat pekerjaan baru. Dengan teman satu grupmu. Konoe-siapa?
[reply]
to: Kim Daejung
Kaya, maksudmu? Serius? Wah, dia tidak cerita apa-apa. Bukannya dia harus cerita juga sih. You should tell me mooore
[1 new message]
from: Kim Daejung
tonton sendiri
"Eonni ngapain jam segini sudah ada di rumah?" Aki muncul dari kamar mandi dengan tubuh yang masih beruap. "Di depan televisi pula. Nonton apaan?"
Eunhee menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memang bukan kebiasaannya menonton televisi--jadi gengsi lah, sedikitnya, namun ia jawab juga dengan ogah-ogahan. "We Got Married. Episode pertamanya Kaya ditayangkan hari ini, kan?"
Kening Aki berkerut; mungkin heran karena tak biasanya Eunhee mengawasi jadwal mereka. Gadis itu ikut duduk di sebelah Eunhee, akhirnya ikut menonton acara variety show itu. Mereka melewatkan dua jam di depan televisi, dan Aki sibuk mengomentari Kaya yang bikin heboh di sini dan di sana. Namun Eunhee memperhatikan partisipan yang lain dan melupakan rekan satu grupnya. Memperhatikan gerak-geriknya terhadap partner di acara itu. Bertanya-tanya yang mana yang skenario dan yang mana yang bukan.
Ah, tak usah ambil pusing.
*
TAK ada yang berubah tentang Eunhee, dia, tentang mereka; tak ada perbedaan. Eunhee tak pernah memikirkan apa yang akan terjadi pada partner-partner sementaranya di siang hari. Karena itu, untuk lelaki ini pun, seharusnya tidak ada pengecualian. Ia bersenang-senang, dia juga; kehidupan mereka hanya bertautan saat malam hari, dan sudah hukumnya bahwa mereka tak perlu mengenal saat siang hari.
Begitulah seharusnya.
*
EUNHEE memandangi ponselnya. Ia masih duduk di sofa di lantai dua. Jam menunjukkan pukul enam sore. Setelah melewatkan waktu di kantor sejak kemarin, sekarang ia memilih pulang. Termenung menatap layar di hadapannya yang memutarkan jingle We Got Married dengan gambar pasangan-pasangan yang berganti-ganti. Aki sibuk bersama Yumi di lantai bawah--mungkin memasak, mungkin apa. Eunhee kepingin ikut, tapi rasanya dia malas.
[compose new message]
to: Kim Daejung
Jarang kelihatan, ya. Episodemu menarik, aku ngakak sepuasnya.
[1 new message]
from: Kim Daejung
Brengsek. Kau harus coba dan nanti rasakan sendiri. WGM menyita waktu bahkan di luar pekerjaan.
[reply]
to: Kim Daejung
oh ya? makanya kalau ikut acara seperti itu, jangan pakai hati.
[don't send]
[save to draft?] [no]
[are you sure?] [yes]
[deleted]
Tidak, ia masih tidak percaya teori opposites attract; meskipun begitu pandangannya masih terfiksasi pada layar, pada dua orang berlawanan sifat yang entah mengapa bisa membuat acara bisa terus berjalan itu. Meskipun wajah itu terlihat tolol dan sekaligus membuatnya bertanya-tanya siapa orang yang seharusnya ia kenal itu. Meskipun ia tak yakin berapa persen yang skenario buatan produser dan yang mana yang bukan.
Suara orang yang menaiki tangga membuat Eunhee menghentikan lamunannya. Yumi dan Aki melompat-lompat dengan membawa soft drink dan keripik. Wajah mereka sumringah.
"Hei, eon, kau ikut nonton bareng 'kan, nanti malam? Kita nonton DVD ramai-ramai, yuk! Anak-anak Winter juga pada ikut, tuh," kata Yumi riang, meletakkan dua botol coca-cola yang kelihatannya lumayan berat buat tangannya yang kurus itu. "Tapi nggak tahu mau nonton film apa, sih."
"Jangan kemana-mana hari ini, eonni," Aki berkata, matanya menatap Eunhee galak. "Ngomong-ngomong, bantu bawakan ini, dong! Keripiknya ada banyak dan cowok-cowok Winter itu masih mau bawa cemilan lagi."
Eunhee nyengir. Tangannya mengambil remote control dan mengganti saluran menjadi ke channel TV/AV untuk DVD.
"Ikut," sahutnya singkat, berdiri dan membantu Aki membawa cemilan-cemilannya. "Kayaknya asyik."
.
.
It's kinda hard to breathe.
Kinda.
----------------------------------end----------------------------------
Characters: Kim Eunhee, Kim Daejung.

let's kiss and don't tell.
"KAU mau apa?"
Alis Eunhee terangkat mendengar tawaran itu. "Baik amat kau."
Pukul dua pagi semua orang sudah hampir di ambang batas. Keadaan di sekeliling mereka sudah agak tenang dibandingkan beberapa jam yang lalu. Orang-orang sudah tidak lagi membabi buta--yang ada tinggal ampas-ampasnya saja; deretan panjang di dekat toilet, orang-orang yang melangkah ke pintu keluar, dan wajah-wajah mereka yang seperti kepingin muntah. Tapi tentu saja, masih ada sekumpulan orang yang kuat berdansa, semacam party animal barangkali. Meskipun lagu yang diputar sudah lebih lambat temponya (beda jenis pula), entah karena doping atau apa, gerak tubuh mereka tetap seperti orang kesetanan.
Tapi berbeda dengan wajah-wajah itu, Eunhee sebaliknya--masih segar. Jadwalnya baru selesai satu jam yang lalu, dan itu berarti baru setengah jam dia di sini. Ia duduk di sebuah stool, bersebelahan dengan lelaki bertubuh tinggi yang barusan menawarinya minuman; mereka memandang fokus yang sama--panggung kecil di pojok, di mana Ryusaki Shigeru sedang memainkan saksofonnya seiring dengan musik yang seakan-akan menjadi background. Eunhee tak mengerti apa-apa soal saksofon, tapi ia mengakui kalau keahlian cowok itu cukup oke dengan jamming mengikuti lagu yang diputar secara random.
"Soalnya wajahmu berkerut. Mirip orang tua. Lain kali kau yang gantian traktir."
Eunhee menoleh ke arah lelaki di sebelahnya. Lha, apa katanya tadi? Gadis itu melotot, tapi kemudian terkekeh. Ia mengambil daftar menu yang menganggur di atas meja, pantang baginya menolak traktiran orang (minuman di sini kan harganya lumayan juga). "Appletini. Mau panggil waiter?"
Teman minumnya menggeleng. "Oh, nggak usah--aku mau pergi ke counter depan, sekalian mau ngobrol dengan Ralph. Aku mau--"
"Scotch, ya, ya," Eunhee mengambil pesanannya yang sudah tiba, dan nyengir ke arah Ralph di ujung counter yang sepertinya juga sudah membuatkan pesanan lelaki itu tanpa diminta, dan satu shot gelas meluncur ke dekat mereka. "Lihat, bahkan Ralph juga sudah tahu kalau kau adalah lelaki membosankan dengan pesanan yang selalu sama."
Lelaki itu berdehem di dalam shot glass yang dipegangnya, tak mengindahkan Ralph yang mulai ngoceh entah apa. "Itu namanya punya karakter."
Mendengarnya, Eunhee tertawa lepas.
*
NAMANYA Kim Daejung -- Eunhee sudah tahu keberadaan cowok itu sejak ia debut bersama band-nya, satu label; the Blackjack. Sebagai senior yang baik, tentu saja mereka bertukar salam dalam tingkatan Sunbae-Dongsaeng. Di kantor memang jarang bertegur sapa, paling hanya sekedar hai di antara waktu-waktu pergantian giliran untuk program acara televisi. Ia juga tahu kalau cowok itu pernah dekat dengan salah satu rekannya di grup--Caeyoung--tapi ia tidak tahu-tahu amat karena tidak pernah mendengarnya secara rinci. Paling hanya sesekali ia menggunakan info itu untuk bahan gurauan.
Eunhee suka asrama, sumpah. Adik-adiknya pun baik--sekiranya. Para fans bilang grup yang satu asrama pasti akan sangat dekat dan semua berjalan lancar: tapi nyatanya, tidak pernah ada yang semulus itu. Bagi Eunhee, kadang tetap ada yang mengganjal; mungkin perbedaan umur, mungkin perbedaan cara hidup sebelumnya, namun entahlah. Hidup bersama selama dua tahun belum tentu membuatmu bisa terbuka, apalagi dengan jadwal yang padat dan persaingan dalam pekerjaan (sebaik apapun menutup mata, itu tetap ada, tentu).
Mungkin pepatah 'nama adalah doa' itu benar termasuk dalam nama tempat. Amnesia adalah salah satu tempat yang bisa membuat Eunhee lupa sejenak. Di jam-jam tertentu, manusia-manusia yang berkumpul di sana seperti gila, di tengah-tengah lampu gemerlap, asap rokok yang mengepul, dan musik yang berdentum dalam irama berulang, separuh menghipnotis.
Ia bisa lupa sejenak kalau ia punya kesibukan di pagi hari, hal-hal yang harus diselesaikan, macam-macam masa lalu yang minta dikorek. Di sanalah Eunhee mengenal versi lain dari Kim Daejung; bukan dongsaeng yang ia lihat menundukkan kepala sopan sewaktu bertemu di kantor.
Dan entah mengapa ternyata dunia begitu kecil. Baru-baru ini asrama Blossom digabungkan dengan asrama Winter dalam rangka reality show keparat, dan karena itu juga Eunhee baru tahu kalau Tetsu dan Daejung adalah teman, dan juga teman baik kakaknya Caleb -- cowok cantik yang senang Eunhee suruh-suruh. Lingkaran komunikasi mereka pun semakin meluas, sedikit, meskipun intensitas pertemuan tetap hanya di klub itu saja.
Begitulah, singkat cerita: mereka teman baik.
*
[1 new message]
from: Seongjin
Sehat-sehat saja di sana, Hee? Telepon dong. Oh iya, kemarin Jiho pulang sehari. Tampaknya dia sudah putus dengan ceweknya yang itu. Yah, tapi mau gimana lagi, mungkin hubungan jarak jauh nggak cocok buat mereka, apalagi kalau dia sedang wajib militer begitu.
Dia menanyakanmu, tapi seperti biasa, aku nggak akan kasih nomormu.
[confirm-delete this message?]
[deleted]
[compose new message]
to: Kim Daejung
Ada yang menarik? Ajak aku main dong.
[1 new message]
from: Kim Daejung
Amnesia?
[reply]
to: Kim Daejung
Jam 12?
[1 new message]
from: Kim Daejung
Sure.
*
EUNHEE tidak percaya teori opposites attract.
Menurutnya, teori itu hanya pantas dipasangkan pada magnet dan apa-apa yang jelas peruntukannya, seperti... mur dan baut. Atau ya, jenis kelamin. Yang jelas secara teknikal, pokoknya. Memangnya, sifat manusia bisa diukur secara teknik? Meskipun katanya (katanya, karena Eunhee sudah lupa apa itu Kimia) sih reaksi antar hormon itu bisa dijelaskan secara kimia, tetap saja Eunhee nggak percaya. Kalau begitu, bisa jelaskan satu per satu mengapa pasangan-pasangan yang ada di dunia ini bisa menikah? Mau yang beda atau sama jenis kelamin juga boleh.
Baginya, sifat manusia itu hanya bisa dijelaskan secara abstrak. Sulit diterka--tapi Eunhee punya pegangan; manusia itu cocok kalau bisa menemukan keselarasan dalam diri masing-masing. Jadi, orang dengan sifat yang mirip--dari sisi positif--akan bisa cocok. Mereka akan hidup bersama dengan akur, karena masing-masing sudah mengerti dan memahami apa keinginan pasangannya.
"Eunhee--"
Eunhee berhenti memain-mainkan stik yang ada di gelasnya. Musik kembali memenuhi pendengaran, bergabung dengan suara manusia-manusia di sekitarnya. Ia menoleh dan mendapati sepasang mata hitam yang mengamatinya dengan wajah datar.
"Oh, kau rupanya," Eunhee menggeser bangkunya, memberi tempat untuk duduk pada orang itu. "Tidak dengan Tetsu dan yang lain?"
Yang ditanya menggeleng. "Tetsu nggak bisa. Ada urusan lain, katanya," katanya sambil menaruh shot glass yang sedari tadi dipegangnya di atas meja. "Kalau Cal sama Shigeru, tuh, mereka di panggung. Kau kan satu asrama dengan mereka, semestinya kau yang lebih tahu."
"Aku belum ketemu mereka hari ini. Satu asrama bukan berarti kau bisa tahu jadwal mereka--apalagi kami beda grup," Eunhee menanggapi, mengalihkan pandangannya ke panggung. Memang masih redup, namun Eunhee dapat melihat sosok dua orang yang samar-samar sedang bersiap-siap. "Lalu kau datang buat ngapain? Main dengan cewek-cewek? Atau jadi babysitter-nya Cal?"
"100 poin." Lelaki itu mengangguk. "Yah, sekalian refreshing juga."
"You came to see me," Eunhee tertawa kecil, mengangkat gelas berisi long island yang ia pegang, "let's say it is."
"Let's say it is," dia menjawab seadanya, tapi menyambut gelas Eunhee dengan dentingan kecil. "Soalnya tiga puluh menit lagi aku ada janji dengan Hinaki di sini. Kayaknya sih sebentar lagi sampai."
Eunhee tertawa lagi. "Brengsek kau, Kim Daejung."
*
[compose new message]
to: Kim Daejung
asrama kosong. Apa anak-anak di bawah umur itu menyelinap lagi?
[1 new message]
from: Kim Daejung
tetsu? ada di sini. kamu nggak ikutan?
*
SHE loves night life as much as she loves fresh air.
Pekerjaannya di siang hari bermacam-macam dan berwarna-warni, dan itu juga hal yang menyenangkan baginya, namun terkadang hal itu terasa seperti deretan kotak berwarna abu-abu yang menunggu untuk disingkirkan. Menemui banyak orang, tapi terasa terasingkan karena seakan-akan sudah ada petunjuk teknis untuk melakukan sesuatu; lakukan ini, lakukan itu, selesai. Lakukan sesuai dengan apa yang disuruh, tersenyumlah lebar, tertawa dan bilang bahwa kau adalah orang yang tak tahu apa-apa tentang cinta karena kalian adalah gadis-gadis yang masih muda.
Tirai tebal yang memberatkan.
Dan inilah yang menyenangkan dari dunia malam. Semuanya bebas, semuanya egois, dan itu jadi hal yang menguntungkan karena Eunhee tak perlu khawatir tentang manner dan sebagainya. Tak perlu peduli yang lain, karena semua juga sama di sini. Mereka semua sudah sama-sama tahu, tak perlu perjanjian ini-itu, yang penting semua senang dan semua bergembira. Hanya sampai pagi menjelang, setelah itu habis perkara.
Musik--kalau itu memang bisa disebut musik--menghipnotis, mengentak degup jantung yang memang sudah naik karena alkohol, mendengung ke dalam telinga. Membuat gerakan manusia-manusia yang ada di sana semakin liar, bergerak ke sana kemari, larut dalam tawa dan keriaan. Eunhee bukan penari yang baik; faktanya, di grupnya ia selalu ditempatkan di belakang karena gerakannya lebih lambat dari yang lain. Tapi masa bodoh, nggak ada urusan soal kemampuan siapa yang lebih baik menari di sini. Eunhee meragukan apakah orang-orang itu masih ingat menari yang benar itu seperti apa.
Lantai cukup padat malam ini, menyesuaikan dengan musik yang diputar; kalau temanya chillout biasanya lantai lebih banyak diisi dengan pasangan kekasih. Hari ini musik electro-trance tak berhenti-berhenti diputar, dan efeknya sebaliknya juga--lantai lebih banyak diisi dengan crowd yang berkelompok atau sendirian. Mencari kesempatan untuk merapat atau bertemu dengan siapapun yang bisa diajak bermain-main.
Campuran asap rokok, keringat, lagu-- meracuni kesadaran. Seakan-akan mereka bergabung menjadi sebuah substansi yang kental seperti heroin, hanya saja yang ini tidak membuat hidungnya berdarah. Di tengah keriuhan orang, tubuhnya terhuyung. Tangannya menggapai entah kemana, dan ia menemukan tangan yang menangkapnya saat ia hampir jatuh.
"Kau terlalu banyak minum, ya? Dengan apa kau pulang nanti?"
Aa. Suara Daejung. Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak tahu, kepalaku pusing. Sebentar--"
Lelaki itu membantunya berdiri, tapi sinar lampu yang berkedip-kedip tak teratur membuat kepala Eunhee terkulai lagi ke bahu Daejung. Daejung tidak akan protes apa pun yang ia lakukan, dan itu membuat Eunhee tidak merasa terbebani. Cowok itu hanya geleng-geleng kepala. "Dan apa yang harus aku lakukan, jadi tiang sandaran sampai kau agak sadar?"
"Yaaaa," suara Eunhee terdengar jauh bahkan di telinganya sendiri, "temani aku sebentar."
"Apa lagi? Butuh antaran sampai rumah juga?"
Gadis itu terkikik di ceruk leher Daejung yang terbalut kemeja biru. Tangannya menangkup punggung lelaki itu, dan kakinya kembali bergerak satu-satu mengikuti derap irama musik yang mengalun agak lambat.
*
HER red lipstick is dazzling. Bukan warna merah menyala seperti cabe, Eunhee sangat benci warna semacam itu. Merah yang agak redup dan senada dengan warna rambutnya yang coklat gelap. Eunhee berdiri tegak di depan cermin, jari-jarinya berusaha mengaitkan kancing teratas bagian belakang gaun ungunya.
"Eonni, mau ke mana lagi, sih?"
Eunhee menoleh--dan seperti dugaannya, Tsugihara Akiko sudah duduk di kasurnya--padahal Eunhee sudah memastikan anak itu sudah tidur tadi. Heh.... tidak selalu berjalan mulus, memang.
"Jadwal hari ini sudah selesai dan besok kita ada jadwal tepat pukul sembilan." Aki berkata lagi, seakan-akan Eunhee harus didikte lagi serangkaian briefing-sebelum-pulang yang sudah dijabarkan Woonha saat di mobil tadi.
"Aku sudah tahu," Eunhee memalingkan wajah, tak memedulikan tatapan Aki yang tak berpindah dari dirinya--tangan Eunhee sendiri sibuk memasang kancing sepatu. "Aku ada perlu sebentar saja, kok."
"Jam segini?" Aki mengedikkan kepalanya ke arah jam dinding--pukul sebelas malam.
Menegakkan tubuhnya, Eunhee meraih tas kecil yang ada di atas meja dan meleos pergi. "Anak kecil, tidur sana." Tanpa berbalik lagi pun Eunhee sudah tahu gadis itu pasti manyun dan sudah siap ngomel-ngomel, karena itu ia tak ambil pusing lagi dan langsung berlalu dari dorm.
*
PIKIRAN Eunhee sudah setengah kosong malam itu--waktu menunjukkan pukul dua kurang sedikit. Yang ada di pikirannya hanyalah putaran-putaran aneh berwarna pelangi--aha, dia sudah lupa kapan terakhir kali ia melihat pelangi. pelangi membuatnya ingat rumahnya di kampung... oh, sudahlah. Mungkin ia minum terlalu banyak.
Gadis itu sudah lupa berapa kali ia berpindah sudut. Ia sudah lupa berapa gelas yang ia tenggak--sepatu berhak yang ia pakai terasa oleng, tapi untungnya orang-orang di sini baik hati sehingga ia tidak jatuh. Meskipun begitu, ia mengomel dalam hati karena wajahnya besok pagi pasti terasa super kering. Belum lagi sakit kepala yang akan menyerangnya begitu bangun tidur nanti. Ah, lupakan saja.
"Eunhee," ia mendengar suara Daejung, samar-samar sekali, meskipun ia tahu cowok itu ada di dekatnya. "Kau masih oke? Tetsu dan Cal tadi sudah pulang duluan. Dengan mobil Shigeru."
'Oh--" tadi, Eunhee mencoba mengingat, pakai apa dia ke sini? seingatnya tadi ia minta diturunkan di sini pada Woonha, dan dia akan pulang dengan.... hm. Tadi di awal-awal, rasanya ia sempat bertemu dengan Shihyuk, deh. Cowok teman Baekhyun itu bilang akan mengantarkannya pulang. Tapi entahlah apakah tadi Eunhee sudah janjian atau tidak, dan kalau memikirkan ia harus mencari lagi Shihyuk cuma gara-gara mau pulang, rasanya tolol. Atau sama si om... "--aku lupa. Aku... pulang dengan siapa, ya?"
"Memangnya kau tidak bikin janji?"
"....huh? Janji?" tawa gadis itu sedikit tak terkontrol. "Daejuuuuung. Kau lucu. Mana ada orang bikin janji dengan supir--euh--maksudku Woonha. Bisa dimarahi."
Musik masih berdentum di telinga Eunhee, mengirimkan sinyal dengung berkali-kali; rasanya mulai tidak enak. Ia mencoba berdiri tegak, dan setahunya ia sekarang berdiri tegak, tapi entah mengapa yang ada berdirinya miring terus. Jangan bilang bumi miring selama aku minum tadi, gumamnya kesal.
"Hak sepatumu patah," komentar daejung, seakan-akan melengkapi pertanyaan yang muncul di kepala Eunhee, yang memang sudah tidak sinkron.
"Hah? oh--shit!" Eunhee merutuk, berbalik dan mencoba mengangkat kaki, bermaksud melepas sepatunya; tapi yang terjadi tubuhnya malah oleng. Dan gadis itu masih merutuk ketika Daejung berhasil menahannya supaya tidak jatuh--karena ia tahu pasti wajah orang yang sekarang tepat menahan punggungnya itu sedang puas. Puas dengan kebegoan orang lain, maksudnya. "Shut up, Kim Daejung. Kau memang kuat minum, aku sudah tahu, jadi jangan pasang muka begitu."
Wajah itu masih menyeringai mengejek. "Aku baru lihat orang yang sepatunya patah gara-gara nggak jago menari."
Tangan Eunhee masih mencengkram lengan baju Daejung, menjaga agar ia tak kehilangan keseimbangan dan kalau-kalau jatuh berdebum ke lantai. Ia tak menghiraukan kata-kata Daejung; kakinya bertahan pada satu hak sepatu yang tersisa. Tubuhnya berbalik dan tangannya yang tadinya mencengram lengan berpindah ke bahu. Eunhee mendongak, tadinya hendak melemparkan balasan atas kalimat Daejung sebelumnya; tapi entah mengapa dia lupa.
Eunhee menelengkan kepalanya ke kanan, mempelajari wajah lelaki itu sesaat. Ujung rambut hitamnya yang berakhir tepat di batas kemejanya, rahangnya yang melengkung rapi di sampingnya, dan samar-samar aroma parfum yang sudah hampir habis diterpa asap rokok dan bau alkohol sepanjang malam. Situasi yang cukup mendukung, sebenarnya; mereka ada di sudut yang tidak terkena laser dan pantulan lampu berwarna-warni, menyisakan pojok-pojok temaram yang hanya sesekali terkena sinar lampu.
Tatapan Eunhee lurus. Entah dari mana pertanyaan itu muncul. "Tiba-tiba aku ingin menciummu, deh."
Wajah Daejung tak berubah barang sejenak pun. Baru pertama kalinya Eunhee bertanya sebuah persetujuan pada orang yang akan ia cium. Biasanya semua terjadi begitu saja; mereka bisa bertemu di lantai dansa atau berawal dari satu gelas minuman, satu lagu, dua lagu, dan tanpa sadar tubuh mereka sudah saling merapat, membisikkan omong kosong yang entah apa isinya.
Suara manusia yang ada di sekitar mereka rasanya sayup-sayup menghilang di telinga Eunhee. Pikirannya melayang entah kemana ketika akhirnya mendengar Daejung terkekeh, bergumam pendek. "Apaan lagi, nih?"
Ada orang lain yang juga tertawa saat menciumnya--Eunhee kenal betul dan kangen betul; dan bayangan itulah yang samar-samar mengisi kepalanya, serupa hawa yang muncul dari bertahun-tahun yang lalu. Tangan gadis itu tanpa sadar menyusuri bahu lelaki itu terus ke leher, membawa wajah mereka lebih dekat satu sama lain. Ia tak menanyakan persetujuan lagi untuk kedua kalinya--nalurinya mengambil alih dan bibirnya menyentuh bibir lelaki di hadapannya, mencecapnya, meraih napas dan menjejak langit-langit mulutnya. Suara-suara di sekitar mereka tak menghilang sepenuhnya; hanya mendengung, menghilang, mendengung dan menghilang.
Ciuman itu berakhir tak sampai satu menit lamanya. Kedipan mata Daejung masih berjarak waktu sama seperti semula.
Eunhee menatap wajah Daejung sekali lagi. Bibirnya menahan tawa.
"Kau harus lihat wajahmu sekarang. Ada bekas lipstik."
.
.
"Oh--shit."
(Setidaknya gadis itu tahu, kalau yang ini, di siang hari pun akan terlupa.)
*
[1 new message]
from: Kim Daejung
Aku dapat pekerjaan baru. Dengan teman satu grupmu. Konoe-siapa?
[reply]
to: Kim Daejung
Kaya, maksudmu? Serius? Wah, dia tidak cerita apa-apa. Bukannya dia harus cerita juga sih. You should tell me mooore
[1 new message]
from: Kim Daejung
tonton sendiri
"Eonni ngapain jam segini sudah ada di rumah?" Aki muncul dari kamar mandi dengan tubuh yang masih beruap. "Di depan televisi pula. Nonton apaan?"
Eunhee menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memang bukan kebiasaannya menonton televisi--jadi gengsi lah, sedikitnya, namun ia jawab juga dengan ogah-ogahan. "We Got Married. Episode pertamanya Kaya ditayangkan hari ini, kan?"
Kening Aki berkerut; mungkin heran karena tak biasanya Eunhee mengawasi jadwal mereka. Gadis itu ikut duduk di sebelah Eunhee, akhirnya ikut menonton acara variety show itu. Mereka melewatkan dua jam di depan televisi, dan Aki sibuk mengomentari Kaya yang bikin heboh di sini dan di sana. Namun Eunhee memperhatikan partisipan yang lain dan melupakan rekan satu grupnya. Memperhatikan gerak-geriknya terhadap partner di acara itu. Bertanya-tanya yang mana yang skenario dan yang mana yang bukan.
Ah, tak usah ambil pusing.
*
TAK ada yang berubah tentang Eunhee, dia, tentang mereka; tak ada perbedaan. Eunhee tak pernah memikirkan apa yang akan terjadi pada partner-partner sementaranya di siang hari. Karena itu, untuk lelaki ini pun, seharusnya tidak ada pengecualian. Ia bersenang-senang, dia juga; kehidupan mereka hanya bertautan saat malam hari, dan sudah hukumnya bahwa mereka tak perlu mengenal saat siang hari.
Begitulah seharusnya.
*
EUNHEE memandangi ponselnya. Ia masih duduk di sofa di lantai dua. Jam menunjukkan pukul enam sore. Setelah melewatkan waktu di kantor sejak kemarin, sekarang ia memilih pulang. Termenung menatap layar di hadapannya yang memutarkan jingle We Got Married dengan gambar pasangan-pasangan yang berganti-ganti. Aki sibuk bersama Yumi di lantai bawah--mungkin memasak, mungkin apa. Eunhee kepingin ikut, tapi rasanya dia malas.
[compose new message]
to: Kim Daejung
Jarang kelihatan, ya. Episodemu menarik, aku ngakak sepuasnya.
[1 new message]
from: Kim Daejung
Brengsek. Kau harus coba dan nanti rasakan sendiri. WGM menyita waktu bahkan di luar pekerjaan.
[reply]
to: Kim Daejung
oh ya? makanya kalau ikut acara seperti itu, jangan pakai hati.
[don't send]
[save to draft?] [no]
[are you sure?] [yes]
[deleted]
Tidak, ia masih tidak percaya teori opposites attract; meskipun begitu pandangannya masih terfiksasi pada layar, pada dua orang berlawanan sifat yang entah mengapa bisa membuat acara bisa terus berjalan itu. Meskipun wajah itu terlihat tolol dan sekaligus membuatnya bertanya-tanya siapa orang yang seharusnya ia kenal itu. Meskipun ia tak yakin berapa persen yang skenario buatan produser dan yang mana yang bukan.
Suara orang yang menaiki tangga membuat Eunhee menghentikan lamunannya. Yumi dan Aki melompat-lompat dengan membawa soft drink dan keripik. Wajah mereka sumringah.
"Hei, eon, kau ikut nonton bareng 'kan, nanti malam? Kita nonton DVD ramai-ramai, yuk! Anak-anak Winter juga pada ikut, tuh," kata Yumi riang, meletakkan dua botol coca-cola yang kelihatannya lumayan berat buat tangannya yang kurus itu. "Tapi nggak tahu mau nonton film apa, sih."
"Jangan kemana-mana hari ini, eonni," Aki berkata, matanya menatap Eunhee galak. "Ngomong-ngomong, bantu bawakan ini, dong! Keripiknya ada banyak dan cowok-cowok Winter itu masih mau bawa cemilan lagi."
Eunhee nyengir. Tangannya mengambil remote control dan mengganti saluran menjadi ke channel TV/AV untuk DVD.
"Ikut," sahutnya singkat, berdiri dan membantu Aki membawa cemilan-cemilannya. "Kayaknya asyik."
.
.
It's kinda hard to breathe.
Kinda.
----------------------------------end----------------------------------